Wednesday, June 17, 2015

Kebijaksanaan

Tiga teman sedang pergi menggembala ternak sejak pagi-pagi sekali. Aku, Boni dan Rama bekerja keras menggiring ternak-ternak sepanjang hari, sehingga tidak memiliki waktu untuk makan.

"Akhirnya selesai juga kerja hari ini. Ya ampun, aku lapar sekali.", ucap Rama
"Gara-gara lapar, dimataku bulan itu seperti telor yang diceplok dan awan disebelahnya seperti buih-buih yang berada diatas secangkir kopi.", kata Boni.
"Sop kepiting, salmon panggang, atau kentang goreng pasti enak banget nih. Kalau sedang lapar begini mi rebus juga pasti jadi makanan paling istimewa.", sambung Rama
"......", aku hanya diam saja sambil berjalan.
"Taruhan kau pasti lapar." ucap Rama, "ah tidak aku biasa saja.", jawabku.
"Apa kau tidak lapar setelah melewatkan makan siang? Aneh banget." kata Boni.

Di tempat makan aku memakan makanan dengan sangat lahap, hingga kedua temanku merasa bingung melihatku makan lebih lahap dari mereka.

"Dia makan lebih lahap dari kita.", kata Rama dengan heran, "hei katanya kau tidak lapar, tapi kau makan banyak dan lahap sekali." sahut Boni kepadaku.
"Rasanya tidak bijak mengakui bahwa aku lapar, ketika kita sedang tidak punya apa pun untuk dimakan. Jika mengatakan lapar terus-menerus, padahal tidak ada apapun untuk dimakan, kita akan semakin lapar. Seperti jika tetap memikirkan betapa hausnya ketika berada di padang gersang, kita akan akan semakin haus, semakin kita memikirkan sebentar saja kita akan pingsan.", jawabku menjelaskan perkataan mereka.